Jumat, 11 November 2011

pertimbangan biaya maintenance

Dalam hal maintenance dalam alat-alat industri semuanya harus dipertimbangkan dari biaya pembelian alat-alat,biaya maintenance dan biaya pembelian suku cadang ( sparepart ) karena segala sesuatunya harus diperhitungkan atas keperluan produksi.
Untuk sebuah pabrik dibutuhkan banyak unit alat-alat produksi seperti perusahaan yang sekarang sedang naik daun.
Biaya perawatan ( maintenance ) harus dilihat berapa lama jangka waktu alat-alat industri harus diperbaiki ataupun harus diganti suku cadangnya ( sparepart ).
Karena setiap terjadi kerusakan pada onderdil alat-alat industri tidak langsung mendapatkan pengganti suku cadanganya,apalagi untuk suku cadang original yang harus dipesan terlebih dahulu.Setiap suku cadang jenis dan harganya berbeda-beda,tidak semua kerusakan pada alat-alat industri sama.
Untuk pembelian suku cadang ( sparepart ) harus diprediksi kapan harus diganti dan diperbaiki.Harga suku cadang ( sparepart ) setiap tahun pasti berubah-ubah.
Pembelian suku cadangan ( sparepart ) harus melalukan pemesanan jenis suku cadang ( sparepart ), perjanjian pembelian, dan transaksi.
Untuk perjanjian pembelian suku cadang ( sparepart ) harus melakukan pemesanan terlebih dahulu kemudian melakukan perjanjian harga,apabila perjanjian harga telah disepakati maka pihak pembeli memberikan uang muka.
Jika sewaktu-waktu penjual tidak menyepakati perjanjian harga,maka uang muka yang telah diberikan dari pembeli harus dikembalikan 10-30% dari uang muka.

Senin, 14 Maret 2011

Hak cipta dan Undang-Undang Hak Cipta

Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Sejarah hak cipta

Halaman buku dari era pra-Gutenberg, sekitar tahun 1310

Konsep hak cipta di Indonesia merupakan terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak salin"). Copyright ini diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat disalin.

Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentang copyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.

Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra" atau "Konvensi Bern") pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.

Sejarah hak cipta di Indonesia

Pada tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar royalti.

Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mencabut pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet 1912 Staatsblad Nomor 600 tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang pertama di Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.

Perubahan undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994, pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization – WTO), yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan juga meratifikasi World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.

Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:

membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),

mengimpor dan mengekspor ciptaan,

menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),

menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,

menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.

Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].

Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.

Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.

Perolehan dan pelaksanaan hak cipta

Hak cipta gambar potret "penduduk asli Bengkulu" yang diterbitkan pada tahun 1810 ini sudah habis masa berlakunya.

Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).

Perolehan hak cipta

Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.

Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.

Ciptaan yang dapat dilindungi

Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

Penanda hak cipta

Dalam yurisdiksi tertentu, agar suatu ciptaan seperti buku atau film mendapatkan hak cipta pada saat diciptakan, ciptaan tersebut harus memuat suatu "pemberitahuan hak cipta" (copyright notice). Pemberitahuan atau pesan tersebut terdiri atas sebuah huruf c di dalam lingkaran (yaitu lambang hak cipta, ©), atau kata "copyright", yang diikuti dengan tahun hak cipta dan nama pemegang hak cipta. Jika ciptaan tersebut telah dimodifikasi (misalnya dengan terbitnya edisi baru) dan hak ciptanya didaftarkan ulang, akan tertulis beberapa angka tahun. Bentuk pesan lain diperbolehkan bagi jenis ciptaan tertentu. Pemberitahuan hak cipta tersebut bertujuan untuk memberi tahu (calon) pengguna ciptaan bahwa ciptaan tersebut berhak cipta.

Pada perkembangannya, persyaratan tersebut kini umumnya tidak diwajibkan lagi, terutama bagi negara-negara anggota Konvensi Bern. Dengan perkecualian pada sejumlah kecil negara tertentu, persyaratan tersebut kini secara umum bersifat manasuka kecuali bagi ciptaan yang diciptakan sebelum negara bersangkutan menjadi anggota Konvensi Bern.

Jangka waktu perlindungan hak cipta

Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda dalam yurisdiksi yang berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak diterbitkan. Di Amerika Serikat misalnya, masa berlaku hak cipta semua buku dan ciptaan lain yang diterbitkan sebelum tahun 1923 telah kadaluwarsa. Di kebanyakan negara di dunia, jangka waktu berlakunya hak cipta biasanya sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun, atau sepanjang hidup penciptanya ditambah 70 tahun. Secara umum, hak cipta tepat mulai habis masa berlakunya pada akhir tahun bersangkutan, dan bukan pada tanggal meninggalnya pencipta.

Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50 tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).

Penegakan hukum atas hak cipta

Pemusnahan cakram padat (CD) bajakan di Brasil.

Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada pula sisi hukum pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.

Sanksi pidana atas pelanggaran hak cipta di Indonesia secara umum diancam hukuman penjara paling singkat satu bulan dan paling lama tujuh tahun yang dapat disertai maupun tidak disertai denda sejumlah paling sedikit satu juta rupiah dan paling banyak lima miliar rupiah, sementara ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan (UU 19/2002 bab XIII).

Perkecualian dan batasan hak cipta

Perkecualian hak cipta dalam hal ini berarti tidak berlakunya hak eksklusif yang diatur dalam hukum tentang hak cipta. Contoh perkecualian hak cipta adalah doktrin fair use atau fair dealing yang diterapkan pada beberapa negara yang memungkinkan perbanyakan ciptaan tanpa dianggap melanggar hak cipta.

Dalam Undang-undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, beberapa hal diatur sebagai dianggap tidak melanggar hak cipta (pasal 14–18). Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah "kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan". Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Hak cipta foto umumnya dipegang fotografer, namun foto potret seseorang (atau beberapa orang) dilarang disebarluaskan bila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret. UU Hak Cipta Indonesia secara khusus mengatur hak cipta atas potret dalam pasal 19–23.

Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan "yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum" (pasal 17)[2]. ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang di lakukan

Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Di Amerika Serikat, semua dokumen pemerintah, tidak peduli tanggalnya, berada dalam domain umum, yaitu tidak berhak cipta.

Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Pendaftaran hak cipta di Indonesia

Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran[2]. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai alat bukti awal di pengadilan apabila timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI. Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2). Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di kantor maupun situs web Ditjen HKI. "Daftar Umum Ciptaan" yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.

Lisensi Hak Cipta

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

Asosiasi Hak Cipta di Indonesia

KCI : Karya Cipta Indonesia

ASIRI : Asosiasi Indrustri Rekaman Indonesia

ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia

APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia

ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia

PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia

IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia

MPA : Motion Picture Assosiation

BSA : Bussiness Sofware Assosiation

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

BAB I

KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

BAB II
LINGKUP HAK CIPTA

Bagian Pertama
Fungsi dan Sifat Hak Cipta

Pasal 2

(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pasal 3

(1) Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak.
(2) Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena:
a. Pewarisan;
b. Hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta, yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
(2) Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau milik penerima wasiat, dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita, kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.

Bagian Kedua
Pencipta

Pasal 5

(1) Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah:
a. orang yang namanya terdaftar dalam Daftar Umum Ciptaan pada Direktorat Jenderal; atau
b. orang yang namanya disebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan.(2) Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya, orang yang berceramah dianggap sebagai Pencipta ceramah tersebut.

Pasal 6

Jika suatu Ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh Ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian Ciptaannya itu.

Pasal 7

Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu.

Pasal 8

(1) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya, Pemegang Hak Cipta adalah pihak yang untuk dan dalam dinasnya Ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pencipta apabila penggunaan Ciptaan itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Ciptaan yang dibuat pihak lain berdasarkan pesanan yang dilakukan dalam hubungan dinas.
(3) Jika suatu Ciptaan dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara kedua pihak.

Pasal 9

Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa Ciptaan berasal dari padanya dengan tidak menyebut seseorang sebagai Penciptanya, badan hukum tersebut dianggap sebagai Penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.

Bagian Ketiga
Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahu
i

Pasal 10

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
(3) Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(2) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada Ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.
(3) Jika suatu Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/atau Penerbitnya, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.

Bagian Keempat
Ciptaan yang Dilindungi

Pasal 12

(1) Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalih wujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.

Pasal 13

Tidak ada Hak Cipta atas:
a. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
b. peraturan perundang-undangan;
c. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
d. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
e. keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

Bagian Kelima
Pembatasan Hak Cipta

Pasal 14

Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Pengumuman dan/atau Perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli;
b. Pengumuman dan/atau Perbanyakan segala sesuatu yang diumumkan dan/atau diperbanyak oleh atau atas nama Pemerintah, kecuali apabila Hak Cipta itu dinyatakan dilindungi, baik dengan peraturan perundang-undangan maupun dengan pernyataan pada Ciptaan itu sendiri atau ketika Ciptaan itu diumumkan dan/atau diperbanyak; atau
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Pasal 15

Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan pembelaan di dalam atau di luar Pengadilan;
c. pengambilan Ciptaan pihak lain, baik seluruhnya maupun sebagian, guna keperluan:
(i) ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
d. Perbanyakan suatu Ciptaan bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf braille guna keperluan para tunanetra, kecuali jika Perbanyakan itu bersifat komersial;
e. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
f. perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti Ciptaan bangunan;
g. pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

Pasal 16

(1) Untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, serta kegiatan penelitian dan pengembangan, terhadap Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra, Menteri setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta dapat:
a. mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan;
b. mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
c. menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf b.
(2) Kewajiban untuk menerjemahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Ciptaan di bidang ilmu pengetahuan dan sastra selama karya tersebut belum pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
(3) Kewajiban untuk memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah lewat jangka waktu:
a. 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang matematika dan ilmu pengetahuan alam dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
b. 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya buku di bidang ilmu sosial dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia;
c. 7 (tujuh) tahun sejak diumumkannya buku di bidang seni dan sastra dan buku itu belum pernah diperbanyak di wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Penerjemahan atau Perbanyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk pemakaian di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan tidak untuk diekspor ke wilayah Negara lain.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c disertai pemberian imbalan yang besarnya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(6) Ketentuan tentang tata cara pengajuan Permohonan untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.

Pasal 17

Pemerintah melarang Pengumuman setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta.

Pasal 18

(1) Pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk kepentingan nasional melalui radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada Pemegang Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.
(2) Lembaga Penyiaran yang mengumumkan Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengabadikan Ciptaan itu semata-mata untuk Lembaga Penyiaran itu sendiri dengan ketentuan bahwa untuk penyiaran selanjutnya, Lembaga Penyiaran tersebut harus memberikan imbalan yang layak kepada Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

Bagian Keenam
Hak Cipta atas Potret

Pasal 19

(1) Untuk memperbanyak atau mengumumkan Ciptaannya, Pemegang Hak Cipta atas Potret seseorang harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
(2) Jika suatu Potret memuat gambar 2 (dua) orang atau lebih, untuk Perbanyakan atau Pengumuman setiap orang yang dipotret, apabila Pengumuman atau Perbanyakan itu memuat juga orang lain dalam Potret itu, Pemegang Hak Cipta harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari setiap orang dalam Potret itu, atau izin ahli waris masing-masing dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah yang dipotret meninggal dunia.
(3) Ketentuan dalam Pasal ini hanya berlaku terhadap Potret yang dibuat:
a. atas permintaan sendiri dari orang yang dipotret;
b. atas permintaan yang dilakukan atas nama orang yang dipotret; atau
c. untuk kepentingan orang yang dipotret.

Pasal 20

Pemegang Hak Cipta atas Potret tidak boleh mengumumkan potret yang dibuat:
a. tanpa persetujuan dari orang yang dipotret;
b. tanpa persetujuan orang lain atas nama yang dipotret; atau
c. tidak untuk kepentingan yang dipotret,
apabila Pengumuman itu bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari orang yang dipotret, atau dari salah seorang ahli warisnya apabila orang yang dipotret sudah meninggal dunia.

Pasal 21

Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta, pemotretan untuk diumumkan atas seorang Pelaku atau lebih dalam suatu pertunjukan umum walaupun yang bersifat komersial, kecuali dinyatakan lain oleh orang yang berkepentingan.

Pasal 22

Untuk kepentingan keamanan umum dan/atau untuk keperluan proses peradilan pidana, Potret seseorang dalam keadaan bagaimanapun juga dapat diperbanyak dan diumumkan oleh instansi yang berwenang.

Pasal 23

Kecuali terdapat persetujuan lain antara Pemegang Hak Cipta dan pemilik Ciptaan fotografi, seni lukis, gambar, arsitektur, seni pahat dan/atau hasil seni lain, pemilik berhak tanpa persetujuan Pemegang Hak Cipta untuk mempertunjukkan Ciptaan di dalam suatu pameran untuk umum atau memperbanyaknya dalam satu katalog tanpa mengurangi ketentuan Pasal 19 dan Pasal 20 apabila hasil karya seni tersebut berupa Potret.

Bagian Ketujuh
Hak Moral

Pasal 24

(1) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya.
(2) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta.
(4) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

Pasal 25

(1) Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 26

(1) Hak Cipta atas suatu Ciptaan tetap berada di tangan Pencipta selama kepada pembeli Ciptaan itu tidak diserahkan seluruh Hak Cipta dari Pencipta itu.
(2) Hak Cipta yang dijual untuk seluruh atau sebagian tidak dapat dijual untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama.
(3) Dalam hal timbul sengketa antara beberapa pembeli Hak Cipta yang sama atas suatu Ciptaan, perlindungan diberikan kepada pembeli yang lebih dahulu memperoleh Hak Cipta itu.

Bagian Kedelapan
Sarana Kontrol Teknologi

Pasal 27

Kecuali atas izin Pencipta, sarana kontrol teknologi sebagai pengaman hak Pencipta tidak diperbolehkan dirusak, ditiadakan, atau dibuat tidak berfungsi.

Pasal 28

(1) Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi, khususnya di bidang cakram optik (optical disc), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

BAB III
MASA BERLAKU HAK CIPTA

Pasal 29

(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain;
b. drama atau drama musikal, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni patung;
d. seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
f. arsitektur;
g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain;
h. alat peraga;
i. peta;
j. terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai,
berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
(2) Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun sesudahnya.

Pasal 30

(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

(2) Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diterbitkan.
(3) Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini serta Pasal 29 ayat (1) yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Pasal 31

(1) Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan:
a. Pasal 10 ayat (2) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 11 ayat (1) dan ayat (3) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diketahui umum.
(2) Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh Penerbit berdasarkan Pasal 11 ayat (2) berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali diterbitkan.

Pasal 32

(1) Jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang diumumkan bagian demi bagian dihitung mulai tanggal Pengumuman bagian yang terakhir.
(2) Dalam menentukan jangka waktu berlakunya Hak Cipta atas Ciptaan yang terdiri atas 2 (dua) jilid atau lebih, demikian pula ikhtisar dan berita yang diumumkan secara berkala dan tidak bersamaan waktunya, setiap jilid atau ikhtisar dan berita itu masing-masing dianggap sebagai Ciptaan tersendiri.

Pasal 33

Jangka waktu perlindungan bagi hak Pencipta sebagaimana dimaksud dalam:
a. Pasal 24 ayat (1) berlaku tanpa batas waktu;
b. Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3) berlaku selama berlangsungnya jangka waktu Hak Cipta atas Ciptaan yang bersangkutan, kecuali untuk pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Penciptanya.

Pasal 34

Tanpa mengurangi hak Pencipta atas jangka waktu perlindungan Hak Cipta yang dihitung sejak lahirnya suatu Ciptaan, penghitungan jangka waktu perlindungan bagi Ciptaan yang dilindungi:
a. selama 50 (lima puluh) tahun;
b. selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah Pencipta meninggal dunia, dimulai sejak 1 Januari untuk tahun berikutnya setelah Ciptaan tersebut diumumkan, diketahui oleh umum, diterbitkan, atau setelah Pencipta meninggal dunia.

BAB IV
PENDAFTARAN CIPTAAN

Pasal 35

(1) Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan.
(2) Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
(3) Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
(4) Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.

Pasal 36

Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.

Pasal 37

(1) Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
(2) Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan dikenai biaya.
(3) Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya Permohonan secara lengkap.
(4) Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada Direktorat Jenderal.
(5) Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 38

Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.

Pasal 39

a. Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
b. nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta;
c. tanggal penerimaan surat Permohonan;
d. tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
e. nomor pendaftaran Ciptaan.

Pasal 40

(1) Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 41

(1) Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu dipindahkan haknya kepada penerima hak.
(2) Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
(3) Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 42

Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Pasal 43

(1) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 44

Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan mengingat Pasal 32;
c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

BAB V
LISENSI

Pasal 45

(1) Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
(3) Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi.
(4) Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.

Pasal 46

Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta tetap boleh melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 47

(1) Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat ketentuan yang mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Agar dapat mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga, perjanjian Lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal.
(3) Direktorat Jenderal wajib menolak pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Keputusan Presiden.

BAB VI
DEWAN HAK CIPTA

Pasal 48

(1) Untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak Cipta.
(2) Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(4) Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibebankan kepada anggaran belanja departemen yang melakukan pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual.

BAB VII
HAK TERKAIT

Pasal 49

(1) Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya.
(2) Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi.
(3) Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain.

Pasal 50

(1) Jangka waktu perlindungan bagi:
a. Pelaku, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. Produser Rekaman Suara, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak karya tersebut selesai direkam;
c. Lembaga Penyiaran, berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan.
(2) Penghitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya setelah:
a. karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audiovisual;
b. karya rekaman suara selesai direkam;
c. karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali.

Pasal 51

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 14 huruf b dan huruf c, Pasal 15, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 68, Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, dan Pasal 77 berlaku mutatis mutandis terhadap Hak Terkait.

BAB VIII
PENGELOLAAN HAK CIPTA

Pasal 52

Penyelenggaraan administrasi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal.

Pasal 53

Direktorat Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi Hak Cipta yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang Hak Cipta seluas mungkin kepada masyarakat.

BAB IX
BIAYA

Pasal 54

(1) Untuk setiap pengajuan Permohonan, permintaan petikan Daftar Umum Ciptaan, pencatatan pengalihan Hak Cipta, pencatatan perubahan nama dan/atau alamat, pencatatan perjanjian Lisensi, pencatatan Lisensi wajib, serta lain-lain yang ditentukan dalam Undang-undang ini dikenai biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, jangka waktu, dan tata cara pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
(3) Direktorat Jenderal dengan persetujuan Menteri dan Menteri Keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

BAB X
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 55

Penyerahan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat yang tanpa persetujuannya:
a. meniadakan nama Pencipta yang tercantum pada Ciptaan itu;
b. mencantumkan nama Pencipta pada Ciptaannya;
c. mengganti atau mengubah judul Ciptaan; atau
d. mengubah isi Ciptaan.

Pasal 56

(1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu.
(2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
(3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.

Pasal 57

Hak dari Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak berlaku terhadap Ciptaan yang berada pada pihak yang dengan itikad baik memperoleh Ciptaan tersebut semata-mata untuk keperluan sendiri dan tidak digunakan untuk suatu kegiatan komersial dan/atau kepentingan yang berkaitan dengan kegiatan komersial.

Pasal 58

Pencipta atau ahli waris suatu Ciptaan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Pasal 59

Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 58 wajib diputus dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak gugatan didaftarkan di Pengadilan Niaga yang bersangkutan.

Pasal 60

(1) Gugatan atas pelanggaran Hak Cipta diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
(2) Panitera mendaftarkan gugatan tersebut pada ayat (1) pada tanggal gugatan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.
(3) Panitera menyampaikan gugatan kepada Ketua Pengadilan Niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah gugatan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang.
(5) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.

Pasal 61

(1) Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan.
(2) Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan dan dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
(4) Isi putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 (empat belas) hari setelah putusan atas gugatan diucapkan.

Pasal 62

(1) Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) hanya dapat diajukan kasasi.
(2) Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak dengan mendaftarkan kepada Pengadilan yang telah memutus gugatan tersebut.
(3) Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.

Pasal 63

(1) Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (2).
(2) Panitera wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah memori kasasi diterima oleh panitera.
(3) Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera.
(4) Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 64

(1) Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang paling lama 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(2) Sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(3) Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
(4) Putusan atas permohonan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
(5) Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan atas permohonan kasasi diucapkan.
(6) Juru sita wajib menyampaikan salinan putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan kasasi diterima oleh panitera.

Pasal 65

Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56, para pihak dapat menyelesaikan perselisihan tersebut melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.

Pasal 66

Hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.

BAB XI
PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN

Pasal 67

Atas permintaan pihak yang merasa dirugikan, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan dengan segera dan efektif untuk:
a. mencegah berlanjutnya pelanggaran Hak Cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Hak Cipta atau Hak Terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi;
b. menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti;
c. meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas Hak Cipta atau Hak Terkait, dan hak Pemohon tersebut memang sedang dilanggar.

Pasal 68

Dalam hal penetapan sementara pengadilan tersebut telah dilakukan, para pihak harus segera diberitahukan mengenai hal itu, termasuk hak untuk didengar bagi pihak yang dikenai penetapan sementara tersebut.

Pasal 69

(1) Dalam hal hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan penetapan sementara pengadilan, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan apakah mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a dan huruf b dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkannya penetapan sementara pengadilan tersebut.
(2) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penetapan sementara pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum.

Pasal 70

Dalam hal penetapan sementara dibatalkan, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara atas segala kerugian yang ditimbulkan oleh penetapan sementara tersebut.

BAB XII
PENYIDIKAN

Pasal 71

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan Hak Kekayaan Intelektual diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
b. melakukan pemeriksaan terhadap pihak atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
c. meminta keterangan dari pihak atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Hak Cipta;
e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain;
f. melakukan penyitaan bersama-sama dengan pihak Kepolisian terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Hak Cipta; dan
g. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Hak Cipta.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 72

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

Pasal 73

(1) Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana Hak Cipta atau Hak Terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh Negara untuk dimusnahkan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 74

Dengan berlakunya Undang-undang ini segala peraturan perundang-undangan di bidang Hak Cipta yang telah ada pada tanggal berlakunya Undang-undang ini, tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 75

Terhadap Surat Pendaftaran Ciptaan yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, masih berlaku pada saat diundangkannya Undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku untuk selama sisa jangka waktu perlindungannya.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 76

Undang-undang ini berlaku terhadap:
a. semua Ciptaan warga negara, penduduk, dan badan hukum Indonesia;
b. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia yang diumumkan untuk pertama kali di Indonesia;
c. semua Ciptaan bukan warga negara Indonesia, bukan penduduk Indonesia, dan bukan badan hukum Indonesia, dengan ketentuan:
(i) negaranya mempunyai perjanjian bilateral mengenai perlindungan Hak Cipta dengan Negara Republik Indonesia; atau
(ii) negaranya dan Negara Republik Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam perjanjian multilateral yang sama mengenai perlindungan Hak Cipta.

Pasal 77

Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal78

Undang-undang ini mulai berlaku 12 (dua belas) bulan sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.